Minggu, 26 Desember 2010

APAKAH SHOLAWAT NARIYYAH DARI NABI S.A.W.??

Di kalangan kaum
Muslimin Indonesia, amat
banyak teks shalawat
yang tersebar. Seperti,
shalawat Fâtih, shalawat
Munjiyât, shalawat
Thibbul Qulûb, shalawat
Wahidiyyah, dan -tidak
lupa sorotan kita-
shalawat Nâriyyah.
Hukum membaca
shalawat atas nabi
menurut para ulama ada
sepuluh pendapat, yaitu :
1. Ibnu Jarir ath Thobari
berpendapat bahwa
shalawat adalah
mustahabbat (sunnah)
dan beliau menganggap
bahwa hal ini adalah ijma
para ulama.
2. Ibnu al Qishor dan
ulama lainnya
berpendapat sebaliknya
bahwa ijma ’ ulama
mewajibkan secara umum
tanpa pembatasan, akan
tetapi minimal
diperbolehkan adalah
satu kali.
3. Abu Bakar ar Rozi dari
kalangan ulama madzhab
Hanafi, ibnu Hazm dan
yang lainnya berpendapat
diwajibkan disetiap
shalat atau yang lainnya
sebagaimana kalimat
tauhid. Al Qurthubi,
seorang mufassir,
berpendapat bahwa tidak
ada perselisihan akan
wajibnya sekali seumur
hidup dan ia juga
diwajibkan disetiap sunah
muakkadah, pendapat ini
telah diungkapkan
sebelumnya oleh Ibnu
Athiyah.
4. Imam Syafi ’i dan para
pengikutnya berpendapat
bahwa shalawat
diwajibkan saat duduk
diakhir shalat antara
bacaan tasyahud dan
salam.
5. Pendapat Syafi’i dan
Ishaq bin Rohwaih adalah
diwajibkannya pada saat
tasyahud.
6. Abu Ja ’far al Baqir
berpendapat bahwa
shalawat diwajibkan
didalam sholat tanpa ada
pengkhususan.
7. Abu Bakar bin Bukair
dari kalangan madhzab
Maliki berpendapat wajib
memperbanyaknya tanpa
ada pembatasan dengan
jumlah tertentu.
8. At Thohawi dan para
ulama dari madzhab
Hanafi, al Halimi dan
sekelompok ulama
madzhab Syafi ’i
berpendapat bahwa
shalawat itu diwajibkan
ketika disebutkan nama
Nabi saw. Ibnul Arobi dari
kalangan madzhab Maliki
berpendapat bahwa ini
adalah suatu kehati-
hatian, demikian pula
dikatakan az
Zamakhsyari.
9. Az Zamakhsyari
berpendapat bahwa
shalawat diwajibkan
sekali disetiap majlis
walaupun penyebutannya
terjadi berulang-ulang.
10. Beliau juga
berpendapat bahwa
shalawat wajib disetiap
doa.(Fathul Bari juz XI hal
170 – 171)
Jadi tidak ada
perselisihan dikalangan
para ulama akan
disyariatkannya
membaca shalawat atas
Nabi saw, firman Allah
swt,”Sesungguhnya Allah
dan malaikat-malaikat-
Nya bershalawat untuk
Nabi. Hai orang-orang
yang beriman,
bershalawatlah kamu
untuk Nabi dan
ucapkanlah salam
penghormatan
kepadanya. ” (QS. Al
Ahzab : 56)
Shalawat dari Allah
adalah rahmat, sedang
dari para malaikat adalah
istighfar dan dari orang-
orang beriman adalah
doa. Jadi kaum mukminin
diminta untuk
mendoakan Nabi saw
agar senantiasa
bertambah keagungan
dan kemuliannya saw.
Banyak pahala yang Allah
sediakan bagi orang-
orang yang senantiasa
bershalawat atas Nabi
saw sebagaimana
sabdanya saw, ”Siapa
yang bershalawat atasku
satu kali shalawat maka
Allah akan bershalawat
atasnya sepuluh
kali. ” (HR. Muslim).
“Manusia yang paling
utama pada hari kiamat
adalah oang yang paling
banyak
bershalawat. ” (HR.
Tirmidzi). “Orang yang
bakhil adalah orang yang
disebutkan namaku
dihadapannya namun dia
tidak bershalawat
atasku. ” (HR. Tirmidzi,
dia mengatakan,’Hasan
Shohih’)
Ka’b bin Ujrah
radhiyallâhu'anhu.
Sahabat mulia ini
menceritakan bahwa
para Sahabat pernah
menanyakan kepada Nabi
Shallallâhu 'Alaihi
Wasallam tentang
bagaimana bershalawat
kepada beliau. Beliau
menjawab: sholawat yang
diajarkan nabi,seperti
pada tahiyat akhir pada
saat sholat.
Inilah kaifiyah
bershalawat yang
diajarkan Nabi
Shallallâhu 'Alaihi
Wasallam kepada para
Sahabat
radhiyallâhu'anhum
sebagai jawaban atas
pertanyaan mereka
mengenai cara
bershalawat untuk
beliau. Maka pantas bila
disebut sebagai lafazh
paling afdhal dalam
bershalawat.
Al-Hâfizh Ibnu Hajar
rahimahullâh
mengatakan: “Apa yang
diajarkan Nabi
Shallallâhu 'Alaihi
Wasallam kepada para
Sahabat
radhiyallâhu'anhum
tentang kaifiyah ini
(dalam membaca
shalawat) setelah mereka
menanyakannya, menjadi
petunjuk bahwa itu
adalah teks shalawat
yang paling utama
karena beliau Shallallâhu
'Alaihi Wasallam tidaklah
memilih bagi dirinya
kecuali yang paling mulia
dan paling
sempurna. ” (Fathul Bâri
11/66)
Untuk itu, akan lebih baik
bila lafazh shalawat ini
yang diamalkan dalam
membaca shalawat untuk
Nabi Shallallâhu 'Alaihi
Wasallam, bukan lafazh-
lafazh shalawat susunan
manusia, meskipun bukan
larangan untuk menyusun
bentuk teks shalawat
sendiri. Shalawat-
shalawat buatan manusia
terkadang tidak bersih
dari kekeliruan, baik
dalam pemilihan bahasa.
lebih baik membaca
sholawat yang diajarkan
oleh Rosululloh.yang
sudah pasti
kenenarannya.
wallohu'alam,

Minggu, 12 Desember 2010

APAKAH SEMUA SHOLAWAT DARI NABI.??

Muman Nasrulloh Arti shalawat Shalawat adalah
bentuk jama' dari shalat, bentuk lamapunya
adalah shalla, arti asalanya berdo'a. makna
Shalawat atas Nabi "sesungguhnya Allah dan
malaikat- malaikat-Nya bershalawat untuk
Nabi.."(al-Ahzab:56) Yang dimaksud an-nabiyyi
pada ayat di atas adalah nabi Muhammad saw.
Namun pada riwayat Abu Abi Hatim, Abu Syekh
dan Ibnu Mardaweh dari Ibnu Abbas r.a bahwa
para nabi yang lainyapun mendapatkn shalawat
dari Allah, demikian juga Nabi Ibrahim a.s.
Shalawat Allah untuk para nabi adalah memberi
magfirah dan rarmat: shalawat malaikat untuk
nabi berarti memintakan ampun dan kalau
shalswat dari orang- orang yang beriman untuk
nabi berarti berdo'a supaya beliu diberi rahmat
dengan mengucapkan kalimat khusus. Ibnu
Mardaweh meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a
bahwa shalawat Allah untuk Nabi Adalah
memberi pengapunan, sesunggugnya Allah tidak
bershalawat tapi mengampuni. Adapun shalawat
manusia untuk nabi saw adalah istigfar
memintakan ampunan untuknya. Sedangkan
dakan riwayat Abdun bin Humaid dan ibnu Abi
hatim dari Abu Aliyah r.a bahwa shakawat
malaikat untuk nabi saw. adalah mendo'akan
kebaikan untk beliau.(ad-Durrul MAnsur)
Shighah / lafadz shalwat Ketika QS al-Ahzab : 56
diturunkan dan disampaikan kepada para shabat,
mereka tidak buat sighah/ kafadz sendiri, ini
menunjukan bawa lafadz atau redaksi shalawat
sifatnya ta'abudi (sudah ditentukan Oleh Allah dan
Rasul- Nya. tidak boleh ditambah dikurangi,
dirobah apalagi buat sendiri menurut keinginan
masing- masing), melainkan bertanya kepada
beliau Nabi saw, bagaiman cara bershalawat
untuk beliau, sebagaimana yang diterangkan pada
beberapa hadits diantaranya; Dari Abi MAs'ud ak-
Anshary katnya, Rasulullh Saw mendatangi kami,
sat itu kami sedang di majlis Saad bin Ubadah,
Kemudian Basyir bin Syaad berkata, "ya
Rasulullah, Allah telah menyuruh kami untuk
bershalwat untukmu. bagaimana caranya
bersyalawat untukmu?" Beliau diam sehingga
kami berangan-angan bahwa Basyir tidak
bertanya kepada beliau, (ini menunjukn nabi
sendiri tidak berani membut redaksi shalawat
menurut keinginannya) Kemudiaan (setelah
nebdapatkn wahyu) Rasulullah saw
menjawabnya ? katakanlah, ALLAHUMMA
SAHALLI 'ALAA MUHAMMAD WA 'ALAA AALI
MUHAMMAD, KAMA SHALAYTA ALAA AALI
IBRAHIM, WA BARIK 'ALAA MUHAMMAD, WA
'ALAA AALI MUHAMMAD, KAMA BAARAKTA
'ALAA AALI IBRAHIM, FIL'ALAAMINNA INNAKA
HAMIYDUM MAJIYD"(H.R Muslim, Abu Dawud, at-
Tirmidzi, Ibnu Majah dan an-Nasyai dari Thalhah)
kalau kita perhatikan hadits di atas tidak ada kata-
kata syaidina .... Waktu bershaklawat Dari
beberapa hadits dapat kita ketahui bahwa
mengucapkan shalawat untuk Nabi saw adakah
saat tasyahud dakam ibadah shalat, setelah
adzan, dan saat disebut nama Nabi Muhammad
saw; misalnya ketika kita menerangkan hadits atu
bercerita yang menyebut namanya. sebab itu jika
ingin banyak mengucapkan shalawat untuk Nabi
Muhammad saw banyaklah shalat sunnah, dan
membaca hdits nabi saw. shalawat yang tidak
disyariatkan sering kita mendengar di masjid-
masjid tertentu ada jama'ah yang bershalawat
dengan kata-kata yang tidak disyariatkan.
shalawat para ulama tertentu ada yang
mengandung unsur SYIRIK. misalnya,
SHALAWAT BADAR: TAWASSALNA BISMILLAH
WA BILHADYII RASUULILLAH WA
KUKKIMUJAAHIDILLILLAH BIAHLILBADRI YA
ALLAH" artinya : kami bertawasul dengan nama
Allah, dengan petunjuk rasullillah, dan dengan
setiap pejuang karena Allah, yaitu ahli badar, ya
Allah." Tidak dibenarkan berdo'a menggunakan
perantara/tawasul dengan nama Allah, Rasull
yang sudah wafat, apalagi ahli badar, dan siapa
daja yang sudah meninggal. Ketika Rasulullah
Saw masih hidup, banyak orang yang bertawsul
melalui beliau, misalnya minta diturunkan hujan
karena kekeringan atau digentikan hujan karena
banjir. tapi setelah beliau tiada para shahabat tidak
seorangpun yang bertawasul melalui Nabi
Muhammad saw, sebagaiman hadits berikut: Dari
Annas r.a bahwa Umar bin Ak-Khatab apabika
kemarau ia meminta hujan melalui al-abbas bin
abdil Thalib, ia berdo'a: "ya Allah, sesungguhnya
dulu kami bertawasul kepadamu melalui Nabi
kami saw, lalau engkau menurunkan hujan. dan
sekarang kami bertawasul kepadamu melalui
paman nabi kami, maka turunkanlah hujan" kata
Anas " maka turunlah hujan atas mereka" (al-
Bukhari). Melantunkan shalawat dan suara keras
Mereka melantunkan shalawat dengan merdu.
padahal shalawat adalah do'a . sedangkan do'a itu
harus dipanjatkan dengan khuysu'. Tidaklah
termasuk berdo'a orang yang mengutamakan
kemerduan suaranya dan tidak memahami
artinya, bahkan Allah dan Rasul- Nya melarang
berdo'a dengan suara yang keras. Hal ini tertera
dakam surat al-baqarah :186 , al-'Araf : 205 , QS
al-Baqarah :186 diturunkan sehubungan dengan
adanya yang bertanya kepada rasulullah Saw, "
ya Rasukukkah Apakah tuhan kita itu dekat maka
kita akan memunajatkan kepada-Nya, ataukah
jauh sehingga kita harus menyeru-Nya? Dari Abu
Musa al-Asy'ary r.a katanya, kami bersama
rasulullah saw kami jika berada disebuah lembah,
kami bertahlil dan bertakbir, suara-suara kami
nyaring meninggi. kemudian nabi saw bersabda:
"wahai manusia, kasihanilah dirimu, karena
sesunguhnya kamu tidak berdo'a kepada yang
tuli, .... tuhan itu bersamamu, sesungguhnya dia
Maha mendengar dan maha dekat, Maha berkah
namanya dan maha tinggi kemuliaanya." (H.R
Bukhari , Muslim dan yang lainya) jadi orang
berdo'a sambil berteriak atau menggunakan
pengeras suara, sama dengan menyiksa dirinya,
Ia telah berlaku tidak sopan kepada Akkah,
menganggpnya tuki dan jauh. Wal-Llahu a'lam.
sekitar sejam yang lalu · Suka Tanya Jawab
Masalah Islam waalaikum salam,wr,wb. Di
kalangan kaum Muslimin Indonesia, amat banyak
teks shalawat yang tersebar. Seperti, shalawat
Fâtih, shalawat Munjiyât, shalawat Thibbul Qulûb,
shalawat Wahidiyyah, dan -tidak lupa sorotan
kita- shalawat Nâriyyah. Hukum membaca
shalawat atas nabi menurut para ulama ada
sepuluh pendapat, yaitu : 1. Ibnu Jarir ath Thobari
berpendapat bahwa shalawat adalah
mustahabbat (sunnah) dan beliau menganggap
bahwa hal ini adalah ijma para ulama. 2. Ibnu al
Qishor dan ulama lainnya berpendapat sebaliknya
bahwa ijma’ ulama mewajibkan secara umum
tanpa pembatasan, akan tetapi minimal
diperbolehkan adalah satu kali. 3. Abu Bakar ar
Rozi dari kalangan ulama madzhab Hanafi, ibnu
Hazm dan yang lainnya berpendapat diwajibkan
disetiap shalat atau yang lainnya sebagaimana
kalimat tauhid. Al Qurthubi, seorang mufassir,
berpendapat bahwa tidak ada perselisihan akan
wajibnya sekali seumur hidup dan ia juga
diwajibkan disetiap sunah muakkadah, pendapat
ini telah diungkapkan sebelumnya oleh Ibnu
Athiyah. 4. Imam Syafi ’i dan para pengikutnya
berpendapat bahwa shalawat diwajibkan saat
duduk diakhir shalat antara bacaan tasyahud dan
salam. 5. Pendapat Syafi ’i dan Ishaq bin Rohwaih
adalah diwajibkannya pada saat tasyahud. 6. Abu
Ja ’far al Baqir berpendapat bahwa shalawat
diwajibkan didalam sholat tanpa ada
pengkhususan. 7. Abu Bakar bin Bukair dari
kalangan madhzab Maliki berpendapat wajib
memperbanyaknya tanpa ada pembatasan
dengan jumlah tertentu. 8. At Thohawi dan para
ulama dari madzhab Hanafi, al Halimi dan
sekelompok ulama madzhab Syafi’i berpendapat
bahwa shalawat itu diwajibkan ketika disebutkan
nama Nabi saw. Ibnul Arobi dari kalangan
madzhab Maliki berpendapat bahwa ini adalah
suatu kehati-hatian, demikian pula dikatakan az
Zamakhsyari. 9. Az Zamakhsyari berpendapat
bahwa shalawat diwajibkan sekali disetiap majlis
walaupun penyebutannya terjadi berulang- ulang.
10. Beliau juga berpendapat bahwa shalawat
wajib disetiap doa.( Fathul Bari juz XI hal 170 –
171) Jadi tidak ada perselisihan dikalangan para
ulama akan disyariatkannya membaca shalawat
atas Nabi saw, firman Allah swt, ”Sesungguhnya
Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat
untuk Nabi. Hai orang- orang yang beriman,
bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah
salam penghormatan kepadanya. ” (QS. Al
Ahzab : 56) Shalawat dari Allah adalah rahmat,
sedang dari para malaikat adalah istighfar dan dari
orang-orang beriman adalah doa. Jadi kaum
mukminin diminta untuk mendoakan Nabi saw
agar senantiasa bertambah keagungan dan
kemuliannya saw. Banyak pahala yang Allah
sediakan bagi orang-orang yang senantiasa
bershalawat atas Nabi saw sebagaimana
sabdanya saw, ” Siapa yang bershalawat atasku
satu kali shalawat maka Allah akan bershalawat
atasnya sepuluh kali. ” (HR. Muslim). “Manusia
yang paling utama pada hari kiamat adalah oang
yang paling banyak bershalawat. ” (HR. Tirmidzi).
“ Orang yang bakhil adalah orang yang
disebutkan namaku dihadapannya namun dia
tidak bershalawat atasku. ” (HR. Tirmidzi, dia
mengatakan,’Hasan Shohih’) Ka’b bin Ujrah
radhiyallâhu'anhu. Sahabat mulia ini menceritakan
bahwa para Sahabat pernah menanyakan kepada
Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam tentang
bagaimana bershalawat kepada beliau. Beliau
menjawab: sholawat yang diajarkan nabi, seperti
pada tahiyat akhir pada saat sholat. Inilah kaifiyah
bershalawat yang diajarkan Nabi Shallallâhu 'Alaihi
Wasallam kepada para Sahabat
radhiyallâhu'anhum sebagai jawaban atas
pertanyaan mereka mengenai cara bershalawat
untuk beliau. Maka pantas bila disebut sebagai
lafazh paling afdhal dalam bershalawat. Al-Hâfizh
Ibnu Hajar rahimahullâh mengatakan: “Apa yang
diajarkan Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam kepada
para Sahabat radhiyallâhu' anhum tentang
kaifiyah ini (dalam membaca shalawat) setelah
mereka menanyakannya, menjadi petunjuk
bahwa itu adalah teks shalawat yang paling
utama karena beliau Shallallâhu 'Alaihi Wasallam
tidaklah memilih bagi dirinya kecuali yang paling
mulia dan paling sempurna. ” (Fathul Bâri 11 /66)
Untuk itu, akan lebih baik bila lafazh shalawat ini
yang diamalkan dalam membaca shalawat untuk
Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam, bukan lafazh-
lafazh shalawat susunan manusia, meskipun
bukan larangan untuk menyusun bentuk teks
shalawat sendiri. Shalawat- shalawat buatan
manusia terkadang tidak bersih dari kekeliruan,
baik dalam pemilihan bahasa. lebih baik membaca
sholawat yang diajarkan oleh Rosululloh.yang
sudah pasti kenenarannya. wallohu'alam,

Sabtu, 11 Desember 2010

bag.I BAGAIMA HUKUM MERAYAKAN MAULID NAB

ketika kita
membaca kalimat diatas
maka didalam hati kita
sudah tersirat bahwa
kalimat ini akan langsung
membuat alergi bagi
sebagian kelompok
muslimin, saya akan
meringkas penjelasannya
secara ‘Aqlan wa syar’an,
(logika dan syariah). Sifat
manusia cenderung
merayakan sesuatu yg
membuat mereka
gembira, apakah
keberhasilan,
kemenangan, kekayaan
atau lainnya, mereka
merayakannya dengan
pesta, mabuk mabukan,
berjoget bersama,
wayang, lenong atau
bentuk pelampiasan
kegembiraan lainnya,
demikian adat istiadat
diseluruh dunia. Sampai
disini saya jelaskan dulu
bagaimana kegembiraan
atas kelahiran Rasul saw.
Allah merayakan hari
kelahiran para Nabi Nya
• Firman Allah : “(Isa
berkata dari dalam perut
ibunya) Salam sejahtera
atasku, di hari
kelahiranku, dan hari aku
wafat, dan hari aku
dibangkitkan ” (QS
Maryam 33) • Firman
Allah : “Salam Sejahtera
dari kami (untuk Yahya
as) dihari kelahirannya,
dan hari wafatnya dan
hari ia dibangkitkan ” (QS
Maryam 15) • Rasul saw
lahir dengan keadaan
sudah dikhitan
(Almustadrak ala
shahihain hadits no.4177)
• Berkata Utsman bin
Abil Ash Asstaqafiy dari
ibunya yg menjadi
pembantunya Aminah ra
bunda Nabi saw, ketika
Bunda Nabi saw mulai
saat saat melahirkan, ia
(ibu utsman) melihat
bintang bintang
mendekat hingga ia takut
berjatuhan diatas
kepalanya, lalu ia melihat
cahaya terang benderang
keluar dari Bunda Nabi
saw hingga membuat
terang benderangnya
kamar dan rumah (Fathul
Bari Almasyhur juz 6 hal
583) • Ketika Rasul saw
lahir kemuka bumi beliau
langsung bersujud (Sirah
Ibn Hisyam) • Riwayat
shahih oleh Ibn Hibban
dan Hakim bahwa Ibunda
Nabi saw saat melahirkan
Nabi saw melihat cahaya
yg terang benderang
hingga pandangannya
menembus dan melihat
Istana Istana Romawi
(Fathul Bari Almasyhur juz
6 hal 583) • Malam
kelahiran Rasul saw itu
runtuh singgasana Kaisar
Kisra, dan runtuh pula 14
buah jendela besar di
Istana Kisra, dan
Padamnya Api di
Kekaisaran Persia yg 1000
tahun tak pernah padam.
(Fathul Bari Almasyhur juz
6 hal 583) Kenapa
kejadian kejadian ini
dimunculkan oleh Allah
swt?, kejadian kejadian
besar ini muncul
menandakan kelahiran
Nabi saw, dan Allah swt
telah merayakan
kelahiran Muhammad
Rasulullah saw di Alam
ini, sebagaimana Dia swt
telah pula membuat
salam sejahtera pada
kelahiran Nabi nabi
sebelumnya. Rasulullah
saw memuliakan hari
kelahiran beliau saw
Ketika beliau saw ditanya
mengenai puasa di hari
senin, beliau saw
menjawab : “Itu adalah
hari kelahiranku, dan hari
aku
dibangkitkan ” (Shahih
Muslim hadits no.1162).
dari hadits ini sebagian
saudara2 kita
mengatakan boleh
merayakan maulid Nabi
saw asal dg puasa. Rasul
saw jelas jelas memberi
pemahaman bahwa hari
senin itu berbeda
dihadapan beliau saw
daripada hari lainnya,
dan hari senin itu adalah
hari kelahiran beliau saw.
Karena beliau saw tak
menjawab misalnya : “oh
puasa hari senin itu mulia
dan boleh boleh saja.. ”,
namun beliau bersabda :
“ itu adalah hari
kelahiranku”,
menunjukkan bagi beliau
saw hari kelahiran beliau
saw ada nilai tambah dari
hari hari lainnya, contoh
mudah misalnya zeyd
bertanya pada amir :
“bagaimana kalau kita
berangkat umroh pada 1
Januari ?”, maka amir
menjawab : “oh itu hari
kelahiran saya”. Nah..
bukankah jelas jelas
bahwa zeyd memahami
bahwa 1 januari adalah
hari yg berbeda dari hari
hari lainnya bagi amir?,
dan amir menyatakan
dengan jelas bahwa 1
januari itu adalah hari
kelahirannya, dan berarti
amir ini termasuk orang
yg perhatian pada hari
kelahirannya, kalau amir
tak acuh dg hari
kelahirannya maka
pastilah ia tak perlu
menyebut nyebut bahwa
1 januari adalah hari
kelahirannya, dan Nabi
saw tak memerintahkan
puasa hari senin untuk
merayakan kelahirannya,
pertanyaan sahabat ini
berbeda maksud dengan
jawaban beliau saw yg
lebih luas dari sekedar
pertanyaannya,
sebagaimana contoh
diatas, Amir tak
mmerintahkan umroh
pada 1 januari karena itu
adalah hari kelahirannya,
maka mereka yg
berpendapat bahwa
boleh merayakan maulid
hanya dg puasa saja
maka tentunya dari
dangkalnya pemahaman
terhadap ilmu bahasa.
Orang itu bertanya
tentang puasa senin,
maksudnya boleh atau
tidak?, Rasul saw
menjawab : hari itu hari
kelahiranku,
menunjukkan hari
kelahiran beliau saw ada
nilai tambah pada pribadi
beliau saw, sekaligus
diperbolehkannya puasa
dihari itu. Maka jelaslah
sudah bahwa Nabi saw
termasuk yg perhatian
pada hari kelahiran
beliau saw, karena
memang merupakan
bermulanya sejarah
bangkitnya islam.
Sahabat memuliakan hari
kelahiran Nabi saw
Berkata Abbas bin
Abdulmuttalib ra :
“ Izinkan aku memujimu
wahai Rasulullah..” maka
Rasul saw menjawab:
“ silahkan..,maka Allah
akan membuat bibirmu
terjaga ”, maka Abbas ra
memuji dg syair yg
panjang, diantaranya :
“… dan engkau (wahai
nabi saw) saat hari
kelahiranmu maka
terbitlah cahaya dibumi
hingga terang benderang,
dan langit bercahaya
dengan cahayamu, dan
kami kini dalam naungan
cahaya itu dan dalam
tuntunan kemuliaan (Al
Qur ’an) kami terus
mendalaminya” (Mustadrak
‘ala shahihain hadits
no.5417) Kasih sayang
Allah atas kafir yg
gembira atas kelahiran
Nabi saw Diriwayatkan
bahwa Abbas bin
Abdulmuttalib melihat
Abu Lahab dalam
mimpinya, dan Abbas
bertanya padanya :
“ bagaimana
keadaanmu?”, abu lahab
menjawab : “di neraka,
Cuma diringankan
siksaku setiap senin
karena aku
membebaskan budakku
Tsuwaibah karena
gembiraku atas kelahiran
Rasul saw” (Shahih
Bukhari hadits no.4813,
Sunan Imam Baihaqi
Alkubra hadits no.13701,
syi ’bul iman no.281, fathul
baari Almasyhur juz 11 hal
431). Walaupun kafir
terjahat ini dibantai di
alam barzakh, namun
tentunya Allah berhak
menambah siksanya atau
menguranginya menurut
kehendak Allah swt,
maka Allah
menguranginya setiap
hari senin karena telah
gembira dg kelahiran
Rasul saw dengan
membebaskan budaknya.
Walaupun mimpi tak
dapat dijadikan hujjah
untuk memecahkan
hukum syariah, namun
mimpi dapat dijadikan
hujjah sebagai manakib,
sejarah dan lainnya,
misalnya mimpi orang
kafir atas kebangkitan
Nabi saw, maka tentunya
hal itu dijadikan hujjah
atas kebangkitan Nabi
saw maka Imam imam
diatas yg meriwayatkan
hal itu tentunya menjadi
hujjah bagi kita bahwa
hal itu benar adanya,
karena diakui oleh imam
imam dan mereka tak
mengingkarinya.
Rasulullah saw
memperbolehkan Syair
pujian di masjid Hassan
bin Tsabit ra membaca
syair di Masjid Nabawiy
yg lalu ditegur oleh Umar
ra, lalu Hassan berkata :
“ aku sudah baca syair
nasyidah disini dihadapan
orang yg lebih mulia dari
engkau wahai Umar
(yaitu Nabi saw), lalu
Hassan berpaling pada
Abu Hurairah ra dan
berkata : “bukankah kau
dengar Rasul saw
menjawab syairku dg
doa : wahai Allah
bantulah ia dengan
ruhulqudus?, maka Abu
Hurairah ra berkata :
“betul” (shahih Bukhari
hadits no.3040, Shahih
Muslim hadits no.2485) Ini
menunjukkan bahwa
pembacaan Syair di
masjid tidak semuanya
haram, sebagaimana
beberapa hadits shahih
yg menjelaskan larangan
syair di masjid, namun
jelaslah bahwa yg
dilarang adalah syair
syair yg membawa pada
Ghaflah, pada
keduniawian, namun syair
syair yg memuji Allah dan
Rasul Nya maka hal itu
diperbolehkan oleh Rasul
saw bahkan dipuji dan
didoakan oleh beliau saw
sebagaimana riwayat
diatas, dan masih banyak
riwayat lain sebagaimana
dijelaskan bahwa Rasul
saw mendirikan mimbar
khusus untuk hassan bin
tsabit di masjid agar ia
berdiri untuk
melantunkan syair
syairnya (Mustadrak ala
shahihain hadits no.6058,
sunan Attirmidzi hadits
no.2846) oleh Aisyah ra
bahwa ketika ada
beberapa sahabat yg
mengecam Hassan bin
Tsabit ra maka Aisyah ra
berkata : “Jangan kalian
caci hassan, sungguh ia
itu selalu membanggakan
Rasulullah saw ”(Musnad
Abu Ya’la Juz 8 hal 337).
Pendapat Para Imam dan
Muhaddits atas perayaan
Maulid sebelumnya perlu
saya jelaskan bahwa yg
dimaksud Al Hafidh
adalah mereka yg telah
hafal lebih dari 100.000
hadits dengan sanad dan
hukum matannya, dan yg
disebut Hujjatul Islam
adalah yg telah hafal
300.000 hadits dengan
sanad dan hukum
matannya.

bag.II BAGAIMANA HUKUM MERAYAKAN MAULID NABI.??

1. Berkata Imam Al
Hafidh Ibn Hajar Al
Asqalaniy rahimahullah :
Telah jelas dan kuat
riwayat yg sampai
padaku dari shahihain
bahwa Nabi saw datang
ke Madinah dan bertemu
dengan Yahudi yg
berpuasa hari asyura (10
Muharram), maka Rasul
saw bertanya maka
mereka berkata : “hari
ini hari
ditenggelamkannya
Fir ’aun dan Allah
menyelamatkan Musa,
maka kami berpuasa
sebagai tanda syukur
pada Allah swt, maka
bersabda Rasul saw :
“ kita lebih berhak atas
Musa as dari kalian”,
maka diambillah darinya
perbuatan bersyukur atas
anugerah yg diberikan
pada suatu hari tertentu
setiap tahunnya, dan
syukur kepada Allah bisa
didapatkan dg pelbagai
cara, seperti sujud
syukur, puasa, shadaqah,
membaca Alqur ’an, maka
nikmat apalagi yg
melebihi kebangkitan
Nabi ini?, telah berfirman
Allah swt “SUNGGUH
ALLAH TELAH
MEMBERIKAN ANUGERAH
PADA ORANG ORANG
MUKMININ KETIKA
DIBANGKITKANNYA
RASUL DARI MEREKA ” (QS
Al Imran 164) 2. Pendapat
Imam Al Hafidh Jalaluddin
Assuyuthi rahimahullah :
Telah jelas padaku bahwa
telah muncul riwayat
Baihaqi bahwa Rasul saw
ber akikah untuk dirinya
setelah beliau saw
menjadi Nabi
(Ahaditsulmukhtarah
hadis no.1832 dg sanad
shahih dan Sunan Imam
Baihaqi Alkubra Juz 9
hal.300), dan telah
diriwayatkan bahwa
telah ber Akikah
untuknya kakeknya
Abdulmuttalib saat usia
beliau saw 7 tahun, dan
akikah tak mungkin
diperbuat dua kali, maka
jelaslah bahwa akikah
beliau saw yg kedua atas
dirinya adalah sebagai
tanda syukur beliau saw
kepada Allah swt yg telah
membangkitkan beliau
saw sebagai Rahmatan
lil ’aalamiin dan
membawa Syariah utk
ummatnya, maka
sebaiknya bagi kita juga
untuk menunjukkan
tasyakkuran dengan
Maulid beliau saw dengan
mengumpulkan teman
teman dan saudara
saudara, menjamu dg
makanan makanan dan
yg serupa itu untuk
mendekatkan diri kepada
Allah dan kebahagiaan.
bahkan Imam Assuyuthiy
mengarang sebuah buku
khusus mengenai
perayaan maulid dengan
nama : “Husnulmaqshad
fii ‘amalilmaulid”. 3.
Pendapat Imam Al hafidh
Abu Syaamah
rahimahullah (Guru imam
Nawawi) : Merupakan
Bid ’ah hasanah yg mulia
dizaman kita ini adalah
perbuatan yg diperbuat
setiap tahunnya di hari
kelahiran Rasul saw
dengan banyak
bersedekah, dan
kegembiraan, menjamu
para fuqara, seraya
menjadikan hal itu
memuliakan Rasul saw
dan membangkitkan rasa
cinta pada beliau saw,
dan bersyukur kepada
Allah dg kelahiran Nabi
saw. 4. Pendapat Imamul
Qurra ’ Alhafidh
Syamsuddin Aljazriy
rahimahullah dalam
kitabnya ‘Urif bitta’rif
Maulidissyariif : Telah
diriwayatkan Abu Lahab
diperlihatkan dalam
mimpi dan ditanya apa
keadaanmu?, ia
menjawab : “di neraka,
tapi aku mendapat
keringanan setiap malam
senin, itu semua sebab
aku membebaskan
budakku Tsuwaibah demi
kegembiraanku atas
kelahiran Nabi (saw) dan
karena Tsuwaibah
menyusuinya (saw)
” (shahih Bukhari). maka
apabila Abu Lahab Kafir
yg Alqur ’an turun
mengatakannya di
neraka mendapat
keringanan sebab ia
gembira dengan
kelahiran Nabi saw, maka
bagaimana dg muslim
ummat Muhammad saw
yg gembira atas
kelahiran Nabi saw?,
maka demi usiaku,
sungguh balasan dari
Tuhan Yang Maha
Pemurah sungguh
sungguh ia akan
dimasukkan ke sorga
kenikmatan Nya dengan
sebab anugerah Nya. 5.
Pendapat Imam Al Hafidh
Syamsuddin bin
Nashiruddin Addimasyqiy
dalam kitabnya
Mauridusshaadiy fii
maulidil Haadiy : Serupa
dg ucapan Imamul Qurra ’
Alhafidh Syamsuddin
Aljuzri, yaitu menukil
hadits Abu Lahab 6.
Pendapat Imam Al Hafidh
Assakhawiy dalam kitab
Sirah Al Halabiyah
berkata ”tidak
dilaksanakan maulid oleh
salaf hingga abad ke tiga,
tapi dilaksanakan
setelahnya, dan tetap
melaksanakannya umat
islam di seluruh pelosok
dunia dan bersedekah pd
malamnya dg berbagai
macam sedekah dan
memperhatikan
pembacaan maulid, dan
berlimpah terhadap
mereka keberkahan yg
sangat besar ”. 7. Imam Al
hafidh Ibn Abidin
rahimahullah dalam
syarahnya maulid ibn
hajar berkata :
” ketahuilah salah satu
bid’ah hasanah adalah
pelaksanaan maulid di
bulan kelahiran nabi saw”
8. Imam Al Hafidh Ibnul
Jauzi rahimahullah
dengan karangan
maulidnya yg terkenal ”al
aruus” juga beliau
berkata tentang
pembacaan maulid,
” Sesungguhnya membawa
keselamatan tahun itu,
dan berita gembira dg
tercapai semua maksud
dan keinginan bagi siapa
yg membacanya serta
merayakannya ”. 9. Imam
Al Hafidh Al Qasthalaniy
rahimahullah dalam
kitabnya Al
Mawahibulladunniyyah
juz 1 hal 148 cetakan al
maktab al islami berkata:
”Maka Allah akan
menurukan rahmat Nya
kpd orang yg menjadikan
hari kelahiran Nabi saw
sebagai hari besar ”. 10.
Imam Al hafidh Al
Muhaddis Abulkhattab
Umar bin Ali bin
Muhammad yg terkenal
dg Ibn Dihyah alkalbi dg
karangan maulidnya yg
bernama ”Attanwir fi
maulid basyir an nadzir”

Jumat, 10 Desember 2010

bag.III BAGAIMANA HUKUM MERAYAKAN MAULID NABI.??

11. Imam Al Hafidh
Al Muhaddits Syamsuddin
Muhammad bin Abdullah
Aljuzri dg maulidnya ”urfu
at ta’rif bi maulid
assyarif” 12. Imam al
Hafidh Ibn Katsir yg
karangan kitab
maulidnya dikenal dg
nama : ”maulid ibn
katsir” 13. Imam Al
Hafidh Al ’Iraqy dg
maulidnya ”maurid al
hana fi maulid assana” 14.
Imam Al Hafidh
Nasruddin
Addimasyqiy telah
mengarang beberapa
maulid : Jaami ’ al astar fi
maulid nabi al mukhtar 3
jilid, Al lafad arra ’iq fi
maulid khair al khalaiq,
Maurud asshadi fi maulid
al hadi. 15. Imam
assyakhawiy dg
maulidnya al fajr al ulwi fi
maulid an nabawi 16. Al
allamah al faqih Ali zainal
Abidin As syamhudi dg
maulidnya al mawarid al
haniah fi maulid khairil
bariyyah 17. Al Imam
Hafidz Wajihuddin
Abdurrahman bin Ali bin
Muhammad As syaibaniy
yg terkenal dg ibn diba ’
dg maulidnya addiba’i 18.
Imam ibn hajar al
haitsami dg maulidnya
itmam anni ’mah alal alam
bi maulid syayidi waladu
adam 19. Imam Ibrahim
Baajuri mengarang hasiah
atas maulid ibn hajar dg
nama tuhfa al basyar ala
maulid ibn hajar 20. Al
Allamah Ali Al Qari’ dg
maulidnya maurud arrowi
fi maulid nabawi 21. Al
Allamah al Muhaddits
Ja ’far bin Hasan Al
barzanji dg maulidnya yg
terkenal maulid barzanji
23. Al Imam Al Muhaddis
Muhammad bin Jakfar al
Kattani dg maulid Al
yaman wal is ’ad bi
maulid
khair al ibad 24. Al
Allamah Syeikh Yusuf bin
ismail An Nabhaniy dg
maulid jawahir an nadmu
al badi ’ fi maulid as syafi’
25. Imam Ibrahim
Assyaibaniy dg maulid al
maulid mustofa adnaani
26. Imam Abdulghaniy
Annanablisiy dg maulid Al
Alam Al Ahmadi fi maulid
muhammadi” 27.
Syihabuddin Al Halwani
dg maulid fath al latif fi
syarah maulid assyarif 28.
Imam Ahmad bin
Muhammad Addimyati dg
maulid Al Kaukab al azhar
alal ‘iqdu al jauhar fi
maulid nadi al azhar 29.
Asyeikh Ali Attanthowiy
dg maulid nur as shofa’ fi
maulid al mustofa 30. As
syeikh Muhammad Al
maghribi dg maulid at
tajaliat al khifiah fi
maulid khoir al bariah.
Tiada satupun para
Muhadditsin dan para
Imam yg menentang dan
melarang hal ini,
mengenai beberapa
pernyataan pada Imam
dan Muhadditsin yg
menentang maulid
sebagaimana
disampaikan oleh
kalangan anti maulid,
maka mereka ternyata
hanya menggunting dan
memotong ucapan para
Imam itu, dengan
kelicikan yg jelas jelas
meniru kelicikan para
misionaris dalam
menghancurkan Islam.
Berdiri saat Mahal Qiyam
dalam pembacaan Maulid
Mengenai berdiri saat
maulid ini, merupakan
Qiyas dari kerinduan
pada Rasul saw, dan
menunjukkan semangat
atas kedatangan sang
pembawa risalah pada
kehidupan kita, hal ini
lumrah saja, sebagaimana
penghormatan yg
dianjurkan oleh Rasul saw
adalah berdiri,
sebagaimana
diriwayatkan ketika sa ’ad
bin Mu’adz ra datang
maka Rasul saw berkata
kepada kaum anshar :
“ Berdirilah untuk tuan
kalian” (shahih Bukhari
hadits no.2878, Shahih
Muslim hadits no.1768),
demikian pula berdirinya
Thalhah ra untuk Ka ’b bin
Malik ra. Memang
mengenai berdiri
penghormatan ini ada
ikhtilaf ulama,
sebagaimana yg
dijelaskan bahwa berkata
Imam Alkhattabiy bahwa
berdirinya bawahan
untuk majikannya, juga
berdirinya murid untuk
kedatangan gurunya, dan
berdiri untuk kedatangan
Imam yg adil dan yg
semacamnya merupakan
hal yg baik, dan berkata
Imam Bukhari bahwa yg
dilarang adalah berdiri
untuk pemimpin yg
duduk, dan Imam
Nawawi
yg berpendapat bila
berdiri untuk
penghargaan maka taka
apa, sebagaimana Nabi
saw berdiri untuk
kedatangan putrinya
Fathimah ra saat ia
datang, namun adapula
pendapat lain yg
melarang berdiri untuk
penghormatan.(Rujuk
Fathul Baari Almasyhur
Juz 11 dan Syarh Imam
Nawawi ala shahih
muslim juz 12 hal 93)
Namun sehebat apapun
pendapat para Imam yg
melarang berdiri untuk
menghormati orang lain,
bisa dipastikan mereka
akan berdiri bila
Rasulullah saw datang
pada mereka, mustahil
seorang muslim beriman
bila sedang duduk lalu
tiba tiba Rasulullah saw
datang padanya dan ia
tetap duduk dg santai..
Namun dari semua
pendapat itu, tentulah
berdiri saat mahal qiyam
dalam membaca maulid
itu tak ada hubungan apa
apa dengan semua
perselisihan itu, karena
Rasul saw tidak dhohir
dalam pembacaan maulid
itu, lepas dari anggapan
ruh Rasul saw hadir saat
pembacaan maulid, itu
bukan pembahasan kita,
masalah seperti itu
adalah masalah ghaib yg
tak bisa disyarahkan
dengan hukum dhohir,
semua ucapan diatas
adalah perbedaan
pendapat mengenai
berdiri penghormatan yg
Rasul saw pernah
melarang agar sahabat
tak berdiri untuk
memuliakan beliau saw.
Jauh berbeda bila kita yg
berdiri penghormatan
mengingat jasa beliau
saw, tak terikat dengan
beliau hadir atau tidak,
bahwa berdiri kita adalah
bentuk kerinduan kita
pada nabi saw,
sebagaimana kita
bersalam pada Nabi saw
setiap kita shalat pun
kita tak melihat beliau
saw. Diriwayatkan bahwa
Imam Al hafidh
Taqiyuddin Assubkiy
rahimahullah, seorang
Imam Besar dan
terkemuka dizamannya
bahwa ia berkumpul
bersama para Muhaddits
dan Imam Imam besar
dizamannya dalam
perkumpulan yg padanya
dibacakan puji pujian
untuk nabi saw, lalu
diantara syair syair itu
merekapun seraya berdiri
termasuk Imam Assubkiy
dan seluruh Imam imam
yg hadir bersamanya, dan
didapatkan kesejukan yg
luhur dan cukuplah
perbuatan mereka itu
sebagai panutan, dan
berkata Imam Ibn Hajar
Alhaitsamiy rahimahullah
bahwa Bid ’ah hasanah
sudah menjadi
kesepakatan para imam
bahwa itu merupakan hal
yg sunnah, (berlandaskan
hadist shahih muslim
no.1017 yg terncantum pd
Bab Bid’ah) yaitu bila
dilakukan mendapat
pahala dan bila
ditinggalkan tidak
mendapat dosa, dan
mengadakan maulid itu
adalah salah satu Bid ’ah
hasanah, Dan berkata
pula Imam Assakhawiy
rahimahullah bahwa
mulai abad ketiga
hijriyah mulailah hal ini
dirayakan dengan banyak
sedekah dan perayaan
agung ini diseluruh dunia
dan membawa
keberkahan bagi mereka
yg mengadakannya.
(Sirah Al Halabiyah Juz 1
hal 137)

Selasa, 07 Desember 2010

bag.IV APA HUKUM MAULID NABI.??

Pada hakekatnya,
perayaan maulid ini
bertujuan mengumpulkan
muslimin untuk Medan
Tablig dan bersilaturahmi
sekaligus mendengarkan
ceramah islami yg
diselingi bershalawat dan
salam pada Rasul saw,
dan puji pujian pada Allah
dan Rasul saw yg sudah
diperbolehkan oleh Rasul
saw, dan untuk
mengembalikan
kecintaan mereka pada
Rasul saw, maka semua
maksud ini tujuannya
adalah kebangkitan
risalah pada ummat yg
dalam ghaflah, maka
Imam dan Fuqaha
manapun tak akan ada yg
mengingkarinya karena
jelas jelas merupakan
salah satu cara
membangkitkan
keimanan muslimin, hal
semacam ini tak pantas
dimungkiri oleh setiap
muslimin aqlan wa
syar ’an (secara logika
dan hukum syariah),
karena hal ini merupakan
hal yg mustahab (yg
dicintai), sebagaiman
kaidah syariah bahwa
“ Maa Yatimmul waajib
illa bihi fahuwa wajib”,
semua yg menjadi
penyebab kewajiban
dengannya maka
hukumnya wajib.
contohnya saja bila
sebagaimana kita ketahui
bahwa menutup aurat
dalam shalat hukumnya
wajib, dan membeli baju
hukumnya mubah,
namun
suatu waktu saat kita
akan melakukan shalat
kebetulan kita tak punya
baju penutup aurat
kecuali harus membeli
dulu, maka membeli baju
hukumnya berubah
menjadi wajib, karena
perlu dipakai untuk
melaksanakan shalat yg
wajib . contoh lain
misalnya sunnah
menggunakan siwak, dan
membuat kantong baju
hukumnya mubah saja,
lalu saat akan bepergian
kita akan membawa
siwak dan baju kita tak
berkantong, maka
perlulah bagi kita
membuat kantong baju
untuk menaruh siwak,
maka membuat kantong
baju di pakaian kita
menjadi sunnah
hukumnya, karena
diperlukan untuk
menaruh siwak yg
hukumnya sunnah. Maka
perayaan Maulid Nabi
saw diadakan untuk
Medan Tablig dan
Dakwah, dan dakwah
merupakan hal yg wajib
pada suatu kaum bila
dalam kemungkaran, dan
ummat sudah tak perduli
dg Nabinya saw, tak pula
perduli apalagi mencintai
sang Nabi saw dan rindu
pada sunnah beliau saw,
dan untuk mencapai
tablig ini adalah dengan
perayaan Maulid Nabi
saw, maka perayaan
maulid ini menjadi wajib,
karena menjadi
perantara Tablig dan
Dakwah serta
pengenalan sejarah sang
Nabi saw serta
silaturahmi. Sebagaimana
penulisan Alqur ’an yg
merupakan hal yg tak
perlu dizaman nabi saw,
namun menjadi sunnah
hukumnya di masa para
sahabat karena sahabat
mulai banyak yg
membutuhkan penjelasan
Alqur ’an, dan menjadi
wajib hukumnya setelah
banyaknya para sahabat
yg wafat, karena
ditakutkan sirnanya
Alqur ’an dari ummat,
walaupun Allah telah
menjelaskan bahwa
Alqur ’an telah dijaga oleh
Allah. Hal semacam in
telah difahami dan
dijelaskan oleh para
khulafa ’urrasyidin,
sahabat
radhiyallahu’anhum,
Imam dan Muhadditsin,
para ulama, fuqaha dan
bahkan orang muslimin
yg awam, namun hanya
sebagian saudara saudara
kita muslimin yg masih
bersikeras untuk
menentangnya, semoga
Allah memberi mereka
keluasan hati dan
kejernihan, amiin.
Demikian saudaraku yg
kumuliakan, semoga
dalam kebahagiaan
selalu, semoga sukses dg
segala cita cita, Wallahu
a ’lam

Senin, 29 November 2010

SHOLAWAT YANG BENAR BAGAIMANA.??

Perbedaan pemahaman tentang
shalawat atas Nabi SAW, bermula
dari perbedaan memahami antara
makna dan lafadz. seperti Imam
Syafii berpendapat terhadap alquran,
bahwa alquran adalah lafadz dan
makna. jadi, Imam syafi’i
berpendapata bacaan ayat alquran
dalam shalat harus di baca lafadz
apa adanya seperti dalam alquran
yang kita baca. terdapat Imam (saya
lupa), bahwa alquran adalah makna.
jadi, yang lebih penting adalah
maknanya. bahasa arab hanya
sebagai kebetulan berbahasa arab,
karena tidak ada bahasa lain yang
layak membunyikan bahasa Firman
Allah SWT. kalau tidak salah ingat,
Imam Hahafi (Abu Hanifah) juga
memandang alqur’an adalah sebagai
makna. bukan lafadznya. tetapi
bukan berarti lafadz tidak penting,
untuk memahami isinya harus
menguasai lafadznya.
begitu juga banyak perbedaan
mengenai bacaan shalawat.
setidaknya dua aliran perbedaan
dalam memahami shalawat.
pertama, sebagai lafadz, dan kedua
sebagai makna. sebagai lafadz,
dipahami bahwa shalawat ya seperti
bacaan pada doa dalam shalat,
allahumma shalli ‘alaa muhammad
wa’ala ali Muhammad dan
seterusnya. serta shalawat yang
pernah diucapkan oleh sahabat Nabi
SAW ketika Nabi SAW masih hidup
dan Nabi SAW tidak melarangnya.
begitu juga nasyid seperti
tembangan thala ’al badru alaina…,
ketika kaum anshar menyambut
Nabi SAW bersama kaum
muhajirin, dan Nabi SAW tidak
melarang dalam kaum anshar
menyambutnya dengan nasyid dan
terbang tanpa kecrek.
sedangkan shalawat sebagai makna,
adalah mendo ’akan kepada Nabi
SAW (memohon rajmat, salam dan
berkah) kepada Allah SWT.
kelompok ini disamping tidak
menafikan shalawat yang sudah ada
contohnya seperti dalam shalat dll,
juga terdapat shalawat (lafadz) yang
tidak di contohkan oleh para
sahabat. banyak sekali shalawat
dalam arti yang penting maknanya
mendoakan atau mengqiyaskan
dengan bacaan shalawat yang
sudah ada. sehingga, banyak lafadz
shalawat karangan para ulama
terdahulu. bisa dicontohkan, seperti
shalawat albarzanji. shalawat ini
disamping menampilkan shalawat
yang ada contohnya, tetapi juga
mengkombinasikan shalawat dalam
arti makna, bahkan sejarah hidup
Nabi SAW yang dikemas dalam
susunan do ’a. begitu juga dengan
perbedaan pengertian do’a. ada do’a
sebagai lafadz, dalam arti berdoa ya
harus yang dicontohkan oleh Nabi
SAW dan para sahabat. ada juga
berdo ’a sebagai makna. berdo’a
sebagai makna tidak pernah
mengabaikan do ’a yang sudah ada
contohnya. tetapi juga, berdoa
dengan bahasa selain Arab.
misalnya saya berdo ’a. Ya Allah,
berilah rahmat dalam salam kepada
Nabi SAW karena Nabi SAW adalah
panutan dalam hidupku serta
inspirasi dalam hidupku. ini salah
satu doa dalam arti lebih
mementingkan makna. coba, kalau
di bahasa arabkan, akan nampak
tidak ada bedanya dengan doa lain
yang berbahasa arab.
hemat saya, perbedaan itu biarlah
menjadi perbedaan. yang jelas, tidak
membatalkan islam dan iman kita.
karena manusia diberi akal dengan
kemampuan yang berbeda-beda,
maka jelaslah banyak terjadi
perbedaan dalam memahami
sesuatu.
sudah tidak saatnya lagi, saling
tuduh dan saling mengaku yang
paling benar. jika kita mengikuti
pemahaman do ’a shalawat sebagai
lafadz (shalata harus begitu yang di
contohkan), ya tidak pernah ada
jeleknya. begitu juga yang
memahami shalawat sebagai lafadz
dan juga mementingkan makna,
sehingga bisa jadi banyak do ’a dan
shalawat di lakukan selain berbahasa
Arab, ya biarlah orang melakukan
hal itu, saya kira tidak ada salahnya.
perbedaan seperti itu sudah tidak
selayaknya di ekspos besar-besaran
misalnya dalam bentuk buku
menvonis bahwa doa, shalawat ini
itu, shalawat al barzanji adalah sesat
dll. menurut saya, hazanah ilmu
Islam sangat luas, jangan coba-coba
untuk menyempitkanya, sehingga
menjadi pemahaman yang sesat.
Islam tidak akan pernah bisa maju
kalau saling tuduh bid ’ah dan
mengaku yang paling sesuai dengan
alqur ’an dan hadits Nabi SAW. di
Indonesia, do’a, shalawat, dalam arti
makna juga nyata-nyata terbukti
wfektif untuk menyebarkan Islam.
pemahaman sebagai makna, bukan
dalam rangka mengajak inkar
kepada Allah SWT dan rasul SAW,
tetapi mengajak mendekat
kepadaNYA.
Ya Allah…, Berilaha rahmat, salam,
berkah kepada Rasulku, semoga
melimpah juga kepadaku.
sekitar 6 bulan yang lalu · Laporkan
Tanya Jawab Masalah Islam
Mazhab As-Syafi`iyyah dan Al-
Hanabilah menyatakan bahwa
shalawat kepada nabi dalam
tasyahhud akhir hukumnya wajib.
Sedangkan shalawat kepada
keluarga beliau SAW hukumnya
sunnah menurut As-Syafi`iyah dan
hukumnya wajib menurut Al-
Hanabilah.
Untuk itu kita bisa merujuk pada
kitab-kitab fiqih, misalnyakitab
Mughni Al-Muhtaj jilid 1 halama 173,
atau juga bisa dirunut ke kitab Al-
Mughni jilid 1 halaman 541.
Sedangkan menurut Al-Hanafiyah
dan Al-Malikiyah, membaca
shalawat kepada nabi pada
tasyahhud akhir hukumnya sunnah.
Demikian juga dengan shalawat
kepada keluarga beliau.
Keterangan ini juga bisa kita lihat
pada kitab Ad-Dur Al-Mukhtar jilid 1
halaman 478 dan kitab Asy-Syarhu
Ash-Shaghir jilid 1 halaman 319.
Adapun lafaz shalawat kepada nabi
dalam tasyahud akhir seperti yang
diperintahkan oleh Rasulullah SAW
adalah:
مهللا ىلص ىلع دمحم ىلعو لآ
دمحم امك تيلص ىلع ميهاربإ ىلعو
لآ ميهاربإ كرابو ىلع دمحم ىلعو
لآ دمحم امك تكراب ىلع ميهاربإ
ىلعو لآ ميهاربإ كنإ ديمح ديجم
Allahumma Shalli `ala Muhammad
wa `ala aali Muhammad, kamaa
shallaita `ala Ibrahim wa `ala aali
Ibrahim. Wa baarik `ala `ala
Muhammad wa `ala aali
Muhammad, kamaa barakta `ala
Ibrahim wa `ala aali Ibrahim. Innaka
hamidun majid.
Ya Allah, sampaikanlah shalawat
kepada Muhammad dan kepada
keluarganya, sebagaimana
shalawat-Mu kepada Ibrahim dan
kepada keluarganya. Berkahilah
Muhammad dan keluarganya
sebagaimana barakah-Mu kepada
Ibrahim dan keluarganya.
Sesungguhnya Engkah Maha Terpuji
dan Maha Agung.
Masalah Penggunaan Lafaz
‘ Sayyidina’ Di dalam kitab Ad-Dur
Al-Mukhtar jilid 1 halaman 479, kitab
Hasyiyah Al-Bajuri jilid 1 halaman
162 dan kitab Syarhu Al-
Hadhramiyah halaman 253
disebutkan bahwa Al-Hanafiyah dan
As-Syafi`iyah menyunnahkan
penggunaan kata (sayyidina) saat
mengucapkan shalawat kepada nabi
SAW . Meski tidak ada di dalam
hadits yang menyebutkan hal itu.
Landasan yang mereka
kemukakanadalah bahwa
penambahan kabar atas apa yang
sesungguhnya memang ada
merupakan bagian dari suluk kepada
Rasulullah SAW. Jadi lebih utama
digunakan daripada ditinggalkan.
Sedangkan hadits yang
menyebutkan bahwa Rasulullah
SAW berkata,`Janganlah kamu
memanggilku dengan sebuatan
sayyidina di dalam shalat`, adalah
hadits maudhu` dan dusta. .
Adapun selain mereka, umumnya
tidak membolehkan penambahan
lafadz (sayyidina), khususnya di
dalam shalat, sebab mereka
berpedoman bahwa lafadz bacaan
shalat itu harus sesuai dengan
petunjuk hadits-hadits nabawi. Bila
ada kata (sayyidina) di dalam hadits,
harus diikuti. Namun bila tidak ada
kata tersebut, tidak boleh ditambahi
sendiri.
Demikianlah, ternyata para ulama di
masa lalu telah berbeda pendapat.
Padahal dari segi kedalaman ilmu,
nyaris hari ini tidak ada lagi sosok
seperti mereka. Kalau pun kita tidak
setuju dengan salah satu pendapat
mereka, bukan berarti kita harus
mencaci maki orang yang mengikuti
pendapat itu sekarang ini. Sebab
merekahanya mengikuti fatwa para
ulama yang mereka yakini
kebenarannya. Dan selama fatwa itu
lahir dari ijtihad para ulama sekaliber
fuqaha mazhab, kita tidak mungkin
menghinanya begitu saja.
Adab yang baik adalah kita
menghargai dan mengormati hasil
ijtihad itu. Dan tentunya juga
menghargai mereka yang
menggunakan fatwa itu di masa
sekarang ini. Lagi pula, perbedaan ini
bukan perbedaan dari segi aqidah
yang merusak iman, melainkan
hanya masalah kecil, atau hanya
berupa cabang-cabang agama.
Tidak perlu kita sampai meneriakkan
pendapat yang berbeda dengan
pendapat kita sebagai tukang bid’ah.